ACEH – Anggota DPR RI Komisi III asal Aceh, Muhammad Nasir Djamil, mengingatkan seluruh aparat negara agar mengedepankan pendekatan yang cerdas, persuasif, dan rasional dalam menghadapi masyarakat di tengah situasi tanggap darurat bencana. Ia menegaskan bahwa penggunaan kekerasan bukanlah solusi, justru berpotensi menimbulkan persoalan baru yang dapat memperkeruh suasana di Aceh.
Menurut Nasir, Aceh saat ini berada dalam kondisi yang sangat sensitif. Pemerintah pusat dan daerah sedang bekerja keras menangani dampak banjir besar dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah. Karena itu, stabilitas sosial dan keamanan harus dijaga bersama, bukan malah dirusak oleh tindakan represif yang tidak perlu.
“Kekerasan hanya akan membuka pintu bagi pihak-pihak yang ingin mengacaukan situasi Aceh. Padahal saat ini seluruh energi seharusnya difokuskan pada penanggulangan bencana dan pemulihan kehidupan masyarakat,” ujar Nasir Djamil, Minggu (28/12/2025).
Nasir secara khusus menyoroti perpanjangan status tanggap darurat bencana hingga 8 Januari 2026. Ia berharap kebijakan tersebut benar-benar digunakan untuk mempercepat penanganan korban dan pemulihan daerah terdampak, bukan justru memunculkan apa yang ia sebut sebagai “darurat kekerasan”.
“Status tanggap darurat ini jangan sampai menghadirkan darurat kekerasan di Aceh. Negara harus hadir dengan empati, kecerdasan, dan keadilan,” tegasnya.
Tak hanya kepada aparat, Nasir juga mengimbau masyarakat Aceh agar tetap mengedepankan rasionalitas, terutama dalam menyikapi informasi yang beredar. Ia meminta warga tidak mudah terprovokasi oleh pesan-pesan yang tidak jelas sumbernya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Masyarakat diharapkan tidak terjebak pada emosionalitas. Saring setiap informasi dengan akal sehat agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu,” ujarnya.
Lebih lanjut, politisi yang dikenal vokal dalam isu hukum dan HAM ini meminta pimpinan institusi aparat negara, baik sipil, TNI, maupun Polri, untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas koordinasi. Sinergi lintas lembaga dinilai sangat penting agar penanganan bencana dan dinamika sosial di tengah masyarakat dapat berjalan seiring tanpa gesekan.
“Apapun dinamika sosial yang muncul harus dihadapi dengan kecerdasan dan rasionalitas, bukan dengan kekerasan dan emosionalitas,” kata Nasir.
Ia juga mengajak semua pihak untuk menyatukan barisan, demi memastikan masyarakat Aceh yang terdampak banjir dan longsor mendapatkan hak-haknya secara utuh, mulai dari bantuan kemanusiaan, perlindungan, hingga pemulihan kehidupan pascabencana.
Terkait adanya aksi massa yang menuntut agar bencana di wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) ditetapkan sebagai bencana nasional, Nasir menyampaikan pandangannya dengan bijak. Ia menilai unjuk rasa merupakan hak demokratis, namun harus dilakukan secara tertib dan damai.
“Tunjukkan kepada masyarakat Indonesia dan dunia bahwa orang Aceh adalah masyarakat yang beradab, cinta damai, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” pungkas Nasir Djamil.
Dengan pendekatan yang tenang, rasional, dan penuh empati, Nasir berharap Aceh dapat melewati masa sulit ini tanpa tambahan luka sosial, serta mampu bangkit lebih kuat dari bencana yang melanda.(**)







