BANDA ACEH – Di saat rakyat Aceh masih berjibaku menghadapi dampak banjir besar yang melanda sejumlah wilayah, tindakan represif aparat negara justru kembali mencuat dan memantik kecaman luas. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh mengecam keras aksi kekerasan yang dilakukan aparat tentara terhadap warga sipil yang mengibarkan Bendera Bulan Bintang di beberapa daerah di Aceh.
Direktur LBH Banda Aceh, Aulianda Wafisa, menilai pendekatan kekerasan yang dilakukan aparat negara di tengah kondisi darurat kemanusiaan merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan, berlebihan, dan mencederai prinsip negara hukum.
“Tentara memang enggak pernah berubah. Sejak dulu selalu menggunakan kekerasan dalam setiap pendekatan. Ini sudah saatnya Presiden Prabowo dan rezim pemerintahan saat ini membuktikan bahwa negara ini benar-benar negara hukum, bukan negara kekuasaan,” ujar Aulianda kepada wartawan, Kamis (25/12/2025).
Kekerasan Aparat Dinilai Tidak Proporsional
Aulianda menegaskan, penggunaan kekuatan fisik, intimidasi, serta kehadiran aparat bersenjata lengkap dalam menghadapi warga sipil merupakan tindakan yang tidak proporsional dan berpotensi melanggar prinsip demokrasi serta Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurutnya, negara seharusnya mengedepankan pendekatan hukum yang beradab dan dialogis, bukan menunjukkan dominasi kekuasaan melalui kekerasan.
“Ketika masyarakat sipil dihadapi dengan senjata dan kekerasan, itu menunjukkan kegagalan negara dalam menjalankan fungsi hukum secara beradab. Ini bukan penegakan hukum, tapi penaklukan,” tegasnya.
Video Pemukulan Warga Jadi Bukti
LBH Banda Aceh juga menyoroti beredarnya video pendek yang memperlihatkan aksi kekerasan oleh aparat tentara terhadap warga. Dalam video tersebut, tampak sejumlah aparat memukul warga hanya untuk membubarkan kerumunan masyarakat.
Aulianda menyebut, video tersebut menjadi bukti nyata bahwa pendekatan represif masih terus dipraktikkan, bahkan di tengah situasi kemanusiaan yang seharusnya menjadi perhatian utama negara.
“Masyarakat sedang tertimpa bencana, kehilangan rumah, mata pencaharian, dan rasa aman. Tapi yang mereka dapat justru pemukulan dan intimidasi,” kata Aulianda.
Terjadi di Sejumlah Wilayah Aceh
Insiden tersebut dilaporkan terjadi di Aceh Utara, dan sejak siang hari aparat disebut telah melakukan pembubaran terhadap warga yang mengibarkan Bendera Bulan Bintang di beberapa wilayah lain, termasuk Lhokseumawe dan sekitarnya.
Aksi aparat ini memicu kegaduhan dan ketakutan di tengah masyarakat, terutama bagi warga yang masih menyimpan trauma panjang atas konflik bersenjata di Aceh pada masa lalu.
Bangkitkan Trauma dan Tegaskan Watak Negara Represif
LBH Banda Aceh menilai, tindakan kekerasan aparat bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membangkitkan kembali trauma kolektif rakyat Aceh yang selama puluhan tahun hidup dalam bayang-bayang kekerasan negara.
“Ini bukan sekadar soal pembubaran kerumunan atau simbol. Ini soal cara negara memperlakukan rakyatnya. Kekerasan seperti ini menegaskan bahwa negara masih bisa bertindak sewenang-wenang terhadap warga sipil,” ujar Aulianda.
Ia menegaskan, jika negara terus mempertahankan pendekatan militeristik dalam menghadapi persoalan sipil, maka janji reformasi, demokrasi, dan supremasi hukum hanya akan menjadi slogan kosong.
Desakan Evaluasi dan Penghentian Kekerasan
LBH Banda Aceh mendesak pemerintah pusat, khususnya Presiden dan pimpinan TNI, untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tindakan aparat di Aceh serta memastikan tidak ada lagi kekerasan terhadap warga sipil.
“Negara seharusnya hadir untuk melindungi rakyat, apalagi di tengah bencana. Bukan malah menambah luka, ketakutan, dan penderitaan,” pungkas Aulianda.(**)









