Banjir Landa Aceh, Hampir 90 Ribu Hektare Sawah Rusak, Kerugian Pertanian Tembus Rp1,16 Triliun

Pemerintah Aceh24 Dilihat

Banda Aceh – Bencana banjir besar yang melanda 18 kabupaten/kota di Provinsi Aceh meninggalkan dampak kerusakan yang sangat serius, khususnya di sektor pertanian. Tidak hanya merusak infrastruktur dan rumah penduduk, musibah yang terjadi pada Rabu, 26 November 2025 itu juga memporak-porandakan lahan persawahan produktif dengan luas mencapai 89.582 hektare.

Banjir yang disertai curah hujan ekstrem dan material lumpur tebal menyebabkan ribuan hektare sawah gagal panen atau puso, mengancam ketahanan pangan serta keberlangsungan hidup para petani di Aceh.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) Aceh, Ir. Cut Huzaimah, MP, mengungkapkan bahwa total luas sawah produktif di Aceh mencapai 202.811 hektare. Namun, akibat terjangan banjir besar tersebut, hampir separuhnya terdampak langsung.

“Dari total sawah yang terdampak banjir seluas 89.582 hektare, masih ada sekitar 62.517 hektare yang berpotensi ditanami kembali. Namun sisanya, seluas 27.065 hektare, tidak dapat ditanami karena tertutup lumpur tebal,” ujar Cut Huzaimah, dikutip dari laman resmi Pemerintah Aceh, Selasa (23/12/2025).

Ia menjelaskan, kondisi sawah yang terdampak tergolong sangat parah. Endapan lumpur dan material banjir menimbun lahan pertanian hingga ketinggian 1 sampai 1,5 meter, membuat struktur lahan berubah total dan tidak lagi memiliki bantaran sawah yang layak.

“Ini bukan sekadar genangan air biasa. Sawah sudah tertimbun lumpur, tidak ada lagi bantaran. Tanaman padi yang ada hampir semuanya mengalami puso,” jelasnya.

Menurutnya, pada kondisi normal, tanaman padi masih bisa bertahan meskipun tergenang air selama beberapa hari. Namun pada bencana kali ini, lumpur tebal yang terbawa arus banjir menjadi faktor utama kehancuran total tanaman.

“Biasanya banjir itu airnya surut, padi tergenang tiga hari tidak masalah. Tapi kali ini berbeda, lumpur yang masuk ke sawah menyebabkan tanaman mati total dan tidak mungkin diselamatkan lagi,” imbuh Cut Huzaimah.

Akibat kerusakan masif tersebut, estimasi kerugian sementara di sektor persawahan saja mencapai lebih dari Rp1 triliun. Berdasarkan perhitungan awal Distanbun Aceh, kerugian diperkirakan menembus angka Rp1,164 triliun.

“Estimasi kerugian atas kerusakan sawah sudah sampai satu triliun lebih, sekitar Rp1 triliun 164 miliar,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Cut Huzaimah menuturkan bahwa banyak petani yang seharusnya sudah memasuki masa panen, namun terpaksa gagal total akibat hujan deras dan banjir yang datang secara tiba-tiba. Data kerusakan tersebut, kata dia, telah dihimpun secara akurat di lapangan.

“Ini kondisi riil yang terjadi. Banyak petani sudah menunggu panen, tetapi gagal total. Data ini sudah kami rekap berdasarkan laporan daerah,” katanya.

Tidak hanya tanaman padi, bencana banjir juga berdampak pada sejumlah komoditas pertanian lainnya. Untuk komoditas jagung, tercatat sekitar 767 hektare lahan terdampak di empat kabupaten. Sementara itu, sektor hortikultura seperti cabai, bawang, dan kentang turut mengalami kerusakan dengan total luas mencapai 1.009 hektare yang tersebar di 11 kabupaten/kota.

Kondisi ini menambah panjang daftar kerugian akibat banjir dan menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam upaya pemulihan sektor pertanian Aceh. Selain rehabilitasi lahan, para petani juga membutuhkan dukungan berupa bantuan benih, sarana produksi, serta penanganan khusus untuk lahan yang tertimbun lumpur berat.

Bencana banjir kali ini menjadi salah satu yang terparah dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi pengingat pentingnya upaya mitigasi bencana serta pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan di Aceh.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *