Dandim Aceh Utara Akui Perampasan Ponsel Wartawan Saat Liputan Aksi Damai

Breakingnews29 Dilihat

Lhoksukon – Peristiwa perampasan telepon genggam milik wartawan kembali mencoreng kebebasan pers di Aceh Utara. Kali ini, korban adalah Muhammad Fazil, jurnalis Portalsatu.com, yang mengalami intimidasi saat menjalankan tugas jurnalistik dalam meliput aksi damai di depan Kantor Bupati Aceh Utara, Kamis lalu.

Komandan Distrik Militer (Dandim) Aceh Utara, Letkol Arh Jamal Dani Arifin, secara terbuka mengakui bahwa peristiwa tersebut benar terjadi. Ia menyebutkan, perampasan ponsel Fazil dilakukan oleh oknum prajurit TNI di lapangan.

“Itu kami nyatakan benar terjadi,” ujar Jamal kepada wartawan, Jumat, 26 Desember 2025.

Menurut Jamal, pihak Kodim Aceh Utara telah berupaya memediasi pertemuan antara aparat yang terlibat dengan Fazil guna menyelesaikan persoalan secara baik-baik. Namun, rencana tersebut belum terlaksana karena Fazil masih memiliki kesibukan liputan di lapangan.

Meski demikian, Jamal memastikan bahwa telepon genggam yang sempat dirampas telah dikembalikan kepada pemiliknya sehari sebelumnya. Ia juga secara tegas mengakui bahwa tindakan perampasan alat kerja wartawan tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apa pun.

“Kami menghargai kerja-kerja jurnalis dan produk jurnalistik. Tindakan tersebut jelas tidak dibenarkan dan akan kami tindak sesuai aturan yang berlaku,” tegas Jamal.

Dandim Aceh Utara itu berharap, dalam waktu dekat pihaknya dapat bertemu langsung dengan Fazil untuk melakukan mediasi, sehingga persoalan ini dapat diselesaikan secara tuntas tanpa menyisakan masalah di kemudian hari.

Sementara itu, Fazil membeberkan kronologi intimidasi yang ia alami. Ia mengaku sedang meliput aksi damai yang diikuti massa dengan membawa bendera putih dan Bendera Bulan Bintang. Insiden bermula ketika Fazil hendak merekam seorang demonstran yang terjatuh di tengah aksi.

Tiba-tiba, seorang prajurit TNI mendatanginya dan memaksa agar rekaman video tersebut dihapus. Fazil menolak permintaan itu karena video tersebut merupakan bagian dari liputan jurnalistik. Penolakan tersebut memicu ketegangan, hingga beberapa prajurit lain mendekatinya dan berusaha merampas telepon genggam miliknya.

Upaya perampasan itu disertai dengan ancaman akan merusak perangkat jika Fazil tidak menghapus video yang direkam. Situasi pun memanas, terjadi tarik-menarik antara Fazil dan aparat.

“Akibat tarik-menarik itu, telepon genggam saya terjatuh dan mengalami kerusakan, meskipun data liputan masih tersimpan di dalam perangkat,” ungkap Fazil.

Fazil menegaskan bahwa dirinya bekerja sebagai wartawan profesional yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia juga menekankan bahwa dirinya bukan pembuat konten media sosial, melainkan jurnalis yang menjalankan tugas peliputan untuk kepentingan publik.

Kasus ini kembali menyoroti pentingnya pemahaman aparat terhadap kerja-kerja jurnalistik di lapangan serta penghormatan terhadap kebebasan pers. Banyak pihak berharap, pengakuan dan langkah yang disampaikan Dandim Aceh Utara tidak berhenti pada pernyataan semata, tetapi diikuti dengan tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *