Moralitas Hilang di Tengah Bencana Isa Alima Kecam Kegaduhan Politik Pascabanjir

Berita16 Dilihat

Aceh — Air memang telah surut. Namun jejak banjir masih tertinggal di lantai rumah, di sawah yang rusak, dan di batin masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Dalam situasi seperti ini, ruang publik seharusnya menjadi tempat berteduh, bukan arena saling lempar kata yang melukai. Karena itu, pandangan lama Drs. Isa Alima tentang bahaya statemen yang menimbulkan kegaduhan justru kini menemukan relevansi yang paling tajam.

Drs. Isa Alima menegaskan bahwa statemen yang memicu kegaduhan bukan sekadar kesalahan berbicara, melainkan kegagalan etika komunikasi publik. Jika dulu peringatan itu disampaikan dalam konteks pilkada, maka hari ini pasca banjir, maknanya berlipat ganda. Sebab masyarakat tidak hanya sedang menghadapi kontestasi politik, tetapi juga perjuangan untuk bangkit dari bencana. (Pernyataan ini disampaikan pada 22 Desember 2025)

Di tengah rumah yang belum sepenuhnya layak huni dan ekonomi warga yang masih tertatih, narasi politik yang provokatif terasa seperti garam di atas luka. Kritik tanpa data, tudingan tanpa tanggung jawab, dan pernyataan yang sengaja memancing emosi bukan menunjukkan keberanian politik, melainkan ketidakpekaan sosial. Demokrasi kehilangan martabatnya ketika kata-kata dipakai bukan untuk menawarkan solusi, tetapi untuk memperkeruh keadaan.

Menurut Isa Alima, pascabencana adalah masa di mana pemimpin dan tokoh publik diuji bukan oleh seberapa keras suaranya, tetapi seberapa menenangkan pesannya. Pilkada memang tak bisa ditunda, tetapi kegaduhan selalu bisa dicegah. Perbedaan pilihan adalah keniscayaan, namun memperbesar ketegangan di tengah penderitaan rakyat adalah bentuk kelalaian moral yang sulit dibenarkan.

Ia mengingatkan, komunikasi publik yang sembrono berpotensi mengalihkan fokus utama: pemulihan. Energi sosial yang seharusnya digunakan untuk membangun kembali rumah, ekonomi, dan kepercayaan, justru habis untuk meredam konflik verbal yang tidak produktif. Dalam kondisi seperti ini, diam yang bertanggung jawab sering kali lebih mulia daripada bicara yang melukai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *