IPSM Aceh Dorong Aparat Gampong Jadi “Penjaga Pintu” Distribusi Elpiji

Breakingnews19 Dilihat

Banda Aceh — Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Provinsi Aceh mendorong pelibatan penuh aparat gampong untuk mencegah penyelewengan dan penumpukan antrian dalam distribusi gas elpiji bersubsidi, di tengah tekanan ekonomi rumah tangga yang kian terasa, terutama saat krisis dan bencana.

Ketua Umum IPSM Aceh Dr. Safwan Nurdin, SE, M.Si, mengatakan, bagi banyak keluarga berpendapatan rendah, elpiji bersubsidi bukan sekadar kebutuhan dapur, melainkan penentu daya tahan ekonomi harian. Ketika distribusi terganggu atau tidak tepat sasaran, beban pengeluaran rumah tangga miskin langsung meningkat.

“Karena itu, keuchik, kepala dusun, ketua RT, hingga unsur pemuda gampong harus menjadi garda terdepan dalam pendataan dan verifikasi penerima elpiji,” ujar Safwan di Banda Aceh,

Menurut Safwan, pendataan harus dilakukan secara menyeluruh dengan prinsip by name by address, mencantumkan nama kepala keluarga, alamat lengkap, hingga nomor rumah. Skema ini dinilai penting untuk memastikan elpiji bersubsidi benar-benar diterima kelompok yang paling membutuhkan.

“Keuchik dan aparat gampong adalah penjaga pintu. Tidak boleh ada laporan kebutuhan gas yang diterima pangkalan kecuali berasal dari keuchik setempat,” kata Safwan.

Ia menegaskan, aparat gampong tidak boleh hanya mengandalkan laporan sepihak atau pemeriksaan administratif seperti KTP dan Kartu Keluarga. Verifikasi langsung ke rumah warga wajib dilakukan sebelum nama penerima diusulkan ke pangkalan elpiji.

“Jangan hanya percaya laporan. Harus dicek langsung ke rumah. Ini untuk mencegah satu orang mengantri berulang kali, padahal stok gas di rumahnya masih ada,” ujarnya.

Safwan menilai, antrian tanpa verifikasi yang ketat berpotensi memicu penyalahgunaan, termasuk spekulasi dengan menjual kembali elpiji bersubsidi kepada pihak lain dengan harga lebih tinggi. Kondisi ini, kata dia, semakin menekan masyarakat kecil yang daya belinya terbatas.

“Oknum bisa memanfaatkan situasi. Padahal, bagi rumah tangga miskin, membeli elpiji non-subsidi berarti mengorbankan kebutuhan lain,” katanya.

Dalam skema yang diusulkan IPSM Aceh, setelah menerima permintaan gas dari warga, keuchik menugaskan kepala dusun atau ketua RT untuk melakukan verifikasi faktual. Hasil verifikasi tersebut menjadi dasar penyaluran elpiji ke pangkalan.

Untuk mengantisipasi pemalsuan data dan kesalahan distribusi, IPSM Aceh juga mendorong pengawasan ketat dengan melibatkan Bhabinkamtibmas dan Babinsa.

“Pengawasan ini penting agar elpiji benar-benar sampai ke rumah tangga yang sungguh membutuhkan, bukan jatuh ke tangan spekulan,” ujar Safwan.
Ia menambahkan, tata kelola distribusi elpiji, terutama dalam situasi bencana, tidak bisa dipandang sebagai persoalan teknis semata. Distribusi menyangkut keadilan ekonomi dan perlindungan kelompok rentan.
Safwan merujuk pandangan para pakar kebencanaan yang menekankan bahwa distribusi bantuan harus berbasis kerentanan sosial, bukan semata kecepatan mengantri. Kelompok lansia, penyandang disabilitas, ibu hamil, dan rumah tangga miskin perlu mendapatkan prioritas.
“Antrian dengan prinsip siapa cepat dia dapat justru tidak adil dalam situasi krisis,” katanya.
Safwan berharap, dengan sistem distribusi yang disiplin dan berbasis komunitas, tekanan ekonomi rumah tangga dapat ditekan dan hak dasar masyarakat terlindungi.
“Jika distribusi tepat sasaran, masyarakat bisa memasak dengan tenang. Di situlah negara benar-benar hadir sampai ke dapur rakyat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *