JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa anggota Polri aktif yang menjabat di luar institusi kepolisian wajib mengundurkan diri, langsung mendapat sorotan luas dari publik. Di tengah polemik tersebut, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan penjelasan resmi mengenai aturan dan ruang lingkup penempatan polisi di jabatan sipil.
Komisioner Kompolnas Choirul Anam menegaskan bahwa anggota Polri sebenarnya tetap dimungkinkan untuk menduduki posisi di luar institusi kepolisian, selama penugasan itu memiliki relevansi jelas dan sesuai aturan perundang-undangan. Menurutnya, ketentuan tersebut telah diatur baik dalam UU Kepolisian maupun Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi landasan teknis.
“Menurut undang-undang kepolisian, memang ada larangan bagi polisi untuk menduduki jabatan di luar Polri jika tidak berkaitan. Tapi kalau penugasannya berhubungan langsung dengan fungsi kepolisian, maka itu jelas diperbolehkan. Aturannya ada, antara lain dalam Undang-Undang ASN dan PP terkait. Saya lupa nomor PP-nya, tapi secara prinsip itu semua sudah diatur,” ujar Anam kepada wartawan, Sabtu (15/11/2025).
Anam menjelaskan bahwa putusan MK harus dipahami secara proporsional. MK bukan melarang total polisi aktif berada di jabatan sipil, tetapi menegaskan perlunya pembatasan dan kejelasan relevansi, demi menghindari tumpang tindih kewenangan dan menjaga profesionalitas penegakan hukum. Bila jabatan yang ditempati tidak memiliki hubungan dengan kompetensi kepolisian—atau tidak berdasarkan penugasan yang sah—maka anggota Polri tersebut memang diwajibkan untuk mundur.
“Ini soal konteks dan relevansi,” tegas Anam. “Kalau jabatan itu membutuhkan perspektif keamanan dan penegakan hukum, tentu Polri bisa ditempatkan. Namun jika tidak terkait tugas polisi, maka ya harus mengikuti ketentuan termasuk mundur.”
Penjelasan Kompolnas ini sekaligus merespons kegelisahan sejumlah pejabat dan anggota Polri yang saat ini tengah mengemban tugas di berbagai kementerian, lembaga negara, hingga pemerintah daerah. Banyak pihak mempertanyakan apakah putusan MK berlaku serta-merta atau menunggu penyesuaian regulasi.
Anam memastikan bahwa regulasi penempatan personel Polri akan tetap mengikuti prinsip meritokrasi ASN dan ketentuan penugasan negara. Menurutnya, tidak semua jabatan sipil dapat atau boleh ditempati polisi, namun negara tetap memiliki ruang untuk memanfaatkan kemampuan anggota Polri dalam posisi tertentu yang membutuhkan kompetensi khusus.
Dengan penjelasan ini, Kompolnas berharap publik memahami duduk perkara serta tidak menafsirkan putusan MK sebagai pelarangan total. Polemik yang belakangan berkembang disebutnya lebih banyak dipicu oleh kurangnya pemahaman mengenai batasan dan mekanisme penugasan personel Polri.
“Intinya, yang diperbolehkan tetap boleh. Yang dilarang tetap dilarang. Semua ada aturannya,” tutup Anam.
Berita selengkapnya dapat diikuti melalui kanal resmi berita tvOne.(**)






