Blangpidie – Sejumlah ulama, pimpinan dayah, dan organisasi masyarakat di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mendesak pemerintah agar mengkaji ulang rencana pembangunan satuan Batalyon di daerah tersebut. Desakan ini disampaikan dalam pertemuan dengan Ketua DPRK Abdya, Roni Guswandi, pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Audiensi itu dihadiri oleh berbagai unsur keislaman dan masyarakat, di antaranya Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA), Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA), Komite Peralihan Aceh (KPA), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), ISBAT, Inshafuddin, Forum Pimpinan Pondok Pesantren Abdya (FPPA), Tastafi, dan Askarimah.
Ketua JASA Abdya, Said Fadhli, menjelaskan bahwa pihaknya bersama para ulama dan pimpinan dayah telah lebih dulu melakukan audiensi dengan DPRK Abdya untuk menyampaikan sikap bersama terkait rencana tersebut.
“Kami sudah bertemu dengan DPRK bersama para ulama dan pimpinan dayah. Hasilnya, kami sepakat bahwa pembangunan Batalyon di Abdya perlu dikaji ulang oleh pemerintah,” ujar Said.
Menurut Said, Pemerintah Kabupaten Abdya telah menghibahkan lahan seluas 25 hektare untuk pembangunan satuan Batalyon itu. Namun, ia menilai pemerintah harus menjelaskan secara terbuka urgensi dan pertimbangan strategis di balik proyek tersebut, terutama mengingat Aceh memiliki sejarah panjang konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan TNI.
“Kami mempertanyakan apa urgensi mendesak pembangunan Batalyon di Abdya. Aceh pernah mengalami masa konflik panjang, dan sebagian masyarakat masih menyimpan trauma atas peristiwa itu,” tegasnya.
Said menambahkan, rencana pembangunan Batalyon tersebut seharusnya tidak hanya dikaji dari sisi keamanan, tetapi juga dari aspek sosial, keagamaan, dan psikologis masyarakat.
“Pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dan psikologisnya. Jangan sampai langkah ini justru menimbulkan kegelisahan baru. Semua harus dikaji matang, baik dari sisi agama maupun kemaslahatan umum,” pungkasnya.(**)









