Karang Baru, Dailymail Indonesia
Proyek Rehabilitasi Ruang Kelas (Revitalisasi Sekolah Suntik Lantai II) di SD Negeri 2 Kualasimpang, Kecamatan Kota Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang, dengan nilai kontrak sebesar Rp991.663.489, yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2025.
Proyek itu kini tengah berjalan. Kontraknya dimulai pada 9 September dan ditargetkan selesai pada 31 Desember 2025.
Untuk Pekerjaan konstruksi itu dilaksanakan oleh CV. NTR GROUP, dengan perencana CV. Aqshena Engineering serta diawasi oleh CV. Kuta Adya Konsultan.
Pantauan dilokasi, terlihat 6 orang sedang melakukan perkejaan tersebut.
Salah satu pekerja yang ditanya mengatakan, pekerjaan ini sudah dimulai sejak satu Minggu yang lalu.
”Pekerjaan sudah mulai satu Minggu yang lalu. Untuk Konsultan dan pengawasan lagi tidak ada dilokasi,” ucap pekerja Proyek itu, Rabu 17 September 2025.
Saat ditanya Seng dan Kayu hasil pembongkaran runga kelas, Pekerja Proyek menjawab “Seng pembokaran dari 3 ruang kelas ini dan kayunya, digunakan untuk pagar. Untuk kayu nya, rencananya digunakan untuk peranca bangunan,” katanya.
Sementara untuk pembongkaran 3 ruang kelas itu diperkirakan ada 200 lembar Seng,
sementera Seng yang digunakan untuk pagar, diperkirakan mencapai 80 lembar.
Pekerja pun kembali ditanya Seng lainnya dari pembokaran runga kelas.
”Untuk sisa Seng nya tidak tahu,” kata pekerja.
Seiring dengan itu, muncul perhatian publik terkait status hukum sisa bongkaran bangunan berupa atap, besi, kayu, maupun material lainnya.
Biasanya, kegagalan dalam sebuah proyek disebabkan oleh hal-hal kecil misalnya abay dari pekerja mematuhi protokol K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), lemahnya pelaksana baik dari pihak Penyedia Jasa, maupun tidak adanya konsultan pengawas.
Semuanya, berdampak mengganggu kelancaran proyek secara keseluruhan.
Hal tersebut juga berpotensi merugikan keuangan negara. Sebagai contoh banyaknya temuan LHP BPK RI Tahun 2024 yang harus mengembalikan uang, ini tidak terlepas dari tugas konsultan pengawas dalam pelaksanaan pekerjaan.
Sedangkan, Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, aset sisa bongkaran tetap merupakan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/BMD) hingga ada penetapan resmi untuk pemanfaatan atau penghapusannya.
Dimana pada UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa barang milik negara/daerah tidak boleh dipindahtangankan tanpa persetujuan pejabat berwenang.
Artinya, meski berupa sisa bongkaran, tetap tercatat sebagai aset negara.
PP No. 27 Tahun 2014 jo. Permendagri No. 19 Tahun 2016. Sisa bongkaran dikategorikan sebagai BMD yang tidak dipakai lagi.
Pemanfaatan, pemindahtanganan, atau penjualan hanya bisa dilakukan melalui mekanisme resmi: lelang, hibah, atau penghapusan.
Pasal 425 Permendagri 19/2016 menegaskan, penghapusan karena rusak berat/sisa bongkaran harus ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
Ada juga aturan yang melarang Kontraktor/Pelaksana
Berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sisa material bukan otomatis menjadi milik kontraktor, kecuali ada klausul kontrak yang mengaturnya.
Jika kontraktor menggunakan atau menjual tanpa izin, maka dapat dianggap merugikan keuangan negara/daerah dan berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001).
Dengan demikian, pelaksana dilarang menggunakan, menjual, atau memanfaatkan sisa bongkaran atap maupun material lain dari pekerjaan SD Negeri 2 Kualasimpang, kecuali:
Ada klausul kontrak yang memperbolehkan, atau adanya surat penetapan resmi dari pemerintah melalui mekanisme penghapusan atau lelang.
Sementara sisa seng dari bongkaran tidak terlihat tumpuk nya lagi
Kabid Dikdas pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Tamiang yang dikonfirmasi terkait hal itu mengatakan, penggunaan Seng tersebut atas persetujuan dirinya untuk pengamanan.
”Saya yang izinkan pengguna Seng untuk pagar. Yang penting jangan dibawa keluar dari Sekolah,” katanya.
Sedang pihak Rekanan yang dikonfirmasi melalui WhatsApp terkait penggunaan aset sekolah itu, belum memberikan jawaban. Begitu juga saat dichat melalui WhatsApp.
Atas dasar itu muncul dugaan Konsultan pengawas yang seharusnya memiliki fungsi pengawasan dalam pelaksanaan terkesan membiarkan.
Selain itu, konsultan juga diduga tidak maksimal dalam merencanakan kegiatan, sehingga potensi kerugian Negara terjadi.