MEULABOH – Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh, Marthunis ST, DEA membantah keras tudingan Koalisi Barisan Guru Bersatu (KoBar-GB) Aceh Barat yang menyebutkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak dibayarkan selama sembilan bulan.
“Itu salah total dan menyesatkan publik,” tegas Marthunis kepada Serambinews.com, Jumat (5/9/2025).
Ia menjelaskan, sejak diberlakukannya sistem baru tahun ini, pembayaran TPG bukan lagi kewenangan Pemerintah Aceh, melainkan langsung ditransfer oleh pemerintah pusat melalui kementerian terkait. Pemerintah Aceh hanya berperan dalam memfasilitasi data, yang saat ini sudah memasuki tahap kedua.
“Pernyataan bahwa TPG tidak dibayar sembilan bulan itu tidak benar. Dana TPG ditransfer langsung pemerintah pusat. Pemerintah Aceh hanya memfasilitasi data,” ujarnya.
Marthunis menambahkan, yang benar mengalami keterlambatan pembayaran adalah insentif guru, bukan TPG. Insentif itu memang bersumber dari APBA. Hingga kini, insentif baru dibayarkan untuk Januari dan Februari 2025, sedangkan tujuh bulan berikutnya masih menunggu pengesahan APBA Perubahan 2025, sesuai aturan baru dari Permendagri.
“Insentif guru belum dibayar tujuh bulan, bukan sembilan. Itu karena rekening penyaluran harus diubah sesuai aturan baru, dan menunggu anggaran perubahan,” jelasnya.
Menurut Marthunis, informasi penundaan insentif sudah disampaikan secara resmi melalui surat dan email ke seluruh kepala sekolah dan Kacabdin sejak Mei 2025. Karena itu, ia menyayangkan pernyataan Ketua KoBar-GB Aceh Barat, Ferryzal Umar, yang juga seorang kepala sekolah.
“Ketua KoBar-GB itu juga kepala sekolah, jadi aneh kalau mengaku tidak tahu. Surat pemberitahuan sudah kami kirim sejak Mei,” tegasnya.
Marthunis menilai, informasi tidak akurat yang beredar di publik dapat memicu keresahan guru. Ia menegaskan, Dinas Pendidikan Aceh selalu transparan dalam pengelolaan anggaran pendidikan, termasuk terkait TPG dan insentif guru.
Sebelumnya, KoBar-GB Aceh Barat menuding TPG belum dicairkan sejak Januari hingga September 2025. Mereka menyebut keterlambatan itu sebagai bentuk pembiaran yang mencederai profesionalisme guru.(**)