DPRA Dukung Pembentukan LPPD Syariah, Dorong Ekosistem Keuangan Daerah yang Inklusif

Parlementaria5 Dilihat

BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan pembentukan Lembaga Penjaminan Pembiayaan Daerah (LPPD) Syariah di Provinsi Aceh. Dukungan tersebut ditegaskan dalam forum Diseminasi Program Strategis Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024–2028 yang digelar di Kantor OJK Aceh, Senin (29/7).

Perwakilan DPRA yang hadir terdiri dari Ketua Komisi II Khairil Syahrial, Wakil Ketua Komisi III Armiyadi, dan Sekretaris Komisi III Hadi Surya. Kehadiran unsur legislatif tersebut menjadi sinyal kuat adanya komitmen bersama antara DPRA, Pemerintah Aceh, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam membangun ekosistem keuangan syariah yang inklusif dan berpihak pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“DPRA menyambut baik inisiatif ini sebagai bagian dari pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Ini langkah strategis untuk memperkuat kemandirian keuangan daerah dan mendukung ekonomi rakyat,” ujar Khairil Syahrial.

LPPD Syariah nantinya akan menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bertugas menjamin pembiayaan bagi pelaku UMKM, sektor produktif, serta pengembangan usaha syariah di Aceh. Kehadirannya diyakini mampu menjembatani keterbatasan pasar (market failure) dalam sistem pembiayaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan.

Kepala OJK Provinsi Aceh, Daddi Peryoga, menjelaskan bahwa lembaga penjaminan memiliki peran vital dalam membangun ekosistem keuangan yang inklusif. Ia menegaskan pentingnya pengelolaan LPPD secara profesional, akuntabel, dan sesuai prinsip syariah.

“LPPD bukan sekadar institusi pelengkap, tetapi pilar strategis yang akan menyempurnakan arsitektur keuangan syariah daerah,” ungkap Daddi.

Hal senada disampaikan oleh Asisten II Sekda Aceh sekaligus Ketua Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Aceh, Zulkifli. Ia menyebutkan bahwa pembiayaan UMKM di Aceh saat ini masih berada di angka 27 persen pada triwulan I 2025, jauh dari amanat Qanun yang menargetkan minimal 40 persen.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Retno Woelandari, menambahkan bahwa pembentukan LPPD di Aceh merupakan bagian dari arah kebijakan nasional dalam Peta Jalan 2024–2028. Dari 38 provinsi di Indonesia, baru 18 yang telah memiliki LPPD, dan Aceh dinilai memiliki potensi besar, khususnya dalam sektor pertanian, kelautan, dan ekonomi syariah.

“LPPD Syariah di Aceh bukan hanya soal penjaminan pembiayaan, tetapi juga akan mendorong program Kredit Usaha Rakyat (KUR), pembiayaan berbasis klaster, dan pemberdayaan perempuan serta generasi muda produktif di pedesaan,” jelasnya.

Acara diseminasi tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Bank Aceh Syariah, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Aceh, akademisi UIN Ar-Raniry, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya. Mereka sepakat bahwa dukungan dari DPRA menjadi unsur penting dalam merealisasikan pendirian Jamkrida Syariah Aceh.

Ke depan, LPPD Syariah diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi Aceh, tidak hanya dalam bentuk akses pembiayaan yang lebih luas, tetapi juga dalam bentuk dividen kepada daerah guna mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer pusat.

OJK menegaskan komitmennya untuk terus bersinergi dengan DPR Aceh dan seluruh elemen strategis dalam mewujudkan industri penjaminan yang sehat, tangguh, dan berkelanjutan di Tanah Rencong.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *