Anwar Sastra Putra SH: Nafas Baru dari Gedung Rakyat Pidie

Daerah104 Dilihat

Pidie – Di antara deretan kursi para wakil rakyat, satu nama mencuat bukan karena gaduhnya debat, tapi karena tenangnya kepemimpinan: Anwar Sastra Putra, SH, atau yang akrab disapa Bulek.

Ia bukan hanya Ketua DPRK Pidie, tapi juga simbol harapan baru dari generasi muda yang ingin menjadikan politik sebagai jalan pengabdian, bukan panggung pencitraan.

Bulek hadir membawa gaya kepemimpinan yang berbeda. Ia tidak banyak beretorika, tetapi setiap langkahnya menunjukkan arah. Dari isu besar hingga yang dianggap kecil seperti knalpot brong, ia menaruh perhatian yang sama: karena baginya, setiap keresahan rakyat adalah penting yang wajib ditanggapi.

Ketika sebagian menganggap isu knalpot hanyalah perkara sepele, Bulek melihat lebih dalam. Ia tahu, ketertiban sosial adalah dasar dari kehidupan yang bermartabat. Dan dari suara bising itu, ia menyusun pesan: bahwa Gedung Rakyat tak boleh tuli terhadap hal-hal yang mengganggu kenyamanan masyarakat, sekecil apapun.

Dekat Tanpa Gimik, Tegas Tanpa Gaduh

Bulek adalah pemimpin yang tidak menjauh dari akarnya. Ia hadir di gampong-gampong, bersua dengan rakyat tanpa sekat. Ia mendengar langsung keluhan nelayan, petani, guru honorer, hingga para pemuda yang kehilangan arah. Ia bukan hanya turun, tetapi betul-betul hadir.

Dibalik ketenangannya, tersimpan ketegasan dan visi yang kuat. Ia mengajak dewan bekerja bukan untuk agenda pribadi, tetapi untuk kebutuhan bersama. Ia menjadikan DPRK sebagai ruang kolaborasi, bukan sekadar ruang sidang.

Pidie Butuh Nafas Baru, Dan Nafas Itu Kini Sedang Bekerja

Di tengah berbagai tantangan pembangunan: infrastruktur yang belum merata, layanan dasar yang masih tertinggal, dan ekonomi rakyat yang goyah, kehadiran sosok seperti Anwar Sastra Putra, SH, memberi semangat baru. Ia mewakili generasi yang sadar akan tanggung jawab, bukan sekedar duduk di kursi kuasa.

Kepemimpinannya adalah sinyal bahwa Pidie bisa berubah, jika pemimpinnya jujur, hadir, dan bekerja tanpa pamrih.

Penulis : Drs. Isa Alima
Pemerhati Sosial Pidie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *