Karang Baru, Dailymail Indonesia
Dugaan aksi premanisme, dengan mengatasnamakan warga Desa, mereka memanen buah kelapa sawit milik salah satu Perusahaan Perkebunan di Kabupaten Aceh Tamiang. Perbuatan itu pun terjadi berulang kali.
Dari keterangan warga Desa itu, awal sekitar Bulan Desember 2024, perusahaan tersebut mau memberikan 5 Hektar lahan yang telah ditanami kelapa sawit untuk fasilitas umum Desa.
Namun begitu, Perusahaan meminta proposal dari Desa sebagai syarat kelengkapan administrasi.
Berjalannya waktu, surat tidak kunjung dibuat oleh Kepala Desa.
“Awalnya ini kan kita rame rame warga Desa meminta lahan ke Perusahaan, untuk kepentingan Desa, secara lisan Perusahaan tidak keberatan dan memberikan 5 Hektar, ada tanaman sawit nya juga. Tapi dengan syarat menyurati Perusahaan sebagai kelengkapan administrasi. Namun surat nggak pernah dibuat oleh Kepala Desa, tapi sawit terus dipanen oleh kelompok nya Kepala Desa dengan atas nama warga. Kalau memang warga seharusnya hasil dari penjualan sawit itu masuk ke Desa sebagai pendapatan Desa, guna kepentingan pembangunan Desa. Tapi faktanya tidak pernah ada dan kepala Desa juga tidak pernah mau menjelaskannya,” jelas beberapa warga Desa tersebut yang tidak mau namanya disebut (Menghindari Konflik antar Warga).
“Sebenarnya ini persoalan sudah difasilitasi oleh Camat, dan pihak pihak lain nya. Tapi kabarnya Kepala Desa ini bandel dan tidak pernah juga membuat surat ke PT dan sawit terus dipanen,” tambah warga.
“Lucunya lagi Kepala Desa ini asal ditanya terkait lahan itu terkesan marah dan arogan, selalu menimbulkan potensi ribut. Kami bukan takut tapi kami coba mengalah untuk mencari kejelasan, bukan berarti kami nggak punya batas kesabaran,” tegas warga.
Sementara salah satu Petinggi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit tersebut yang dikonfirmasi para awak media pada Selasa 20 Mei 2025 mengatakan, Perkebunan tidak keberatan melepaskan 5 Hektar lahan untuk kepentingan Desa.
“Perusahaan awalnya mau menyerahkan 2 hektar terus ditambah lagi 3 hektar, total nya jadi 5 hektar untuk kebutuhan pasilitas umum dan pasilitas sosial Desa. Tapi, Perusahaan juga menunggu proposal dari Desa dan sampai saat ini Perusahaan belom juga menerima proposal itu,” ucap salah satu Petinggi Perusahaan Perkebunan tersebut.
Lanjutnya, proposal tidak pernah diberikan tapi hasil kebun terus dipanen, bahkan sawit yang masih muda juga dipanen. Dijual dengan berodolan.
“Ini kan jadinya terkesan seperti Preman saja. Kita (Perusahaan) nggak pernah mempersulit Warga dan kita juga mau melepaskan lahan tersebut,” katanya.
Di konfirmasi terpisah, Camat Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang Muhammad Hans Martakesuma, S.STP mengatakan, telah berulang kali memanggil pihak Perusahaan, Kepala Desa, dan Warga.
“Kita (Forkopincam) baik itu Camat, Kapolsek, juga Danramil telah melakukan mediasi dengan memanggil pihak Perusahaan, Kepala Desa, juga Warga. Dalam kesempatan mediasi tersebut pihak Perusahaan tidak keberatan untuk menyerahkan lahan ke Desa, dan Desa harus membuat proposal juga surat melengkapi berkas administrasi ke Perusahaan dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang terkait pengelolaan lahan,” kata Muhammad Hans Martakesuma, Rabu 21 Mei 2025.
Lanjut Camat, namun sampai dengan sekarang Proposal yang dimaksud belum juga disertakan Desa.
“Yang kita anehnya, pihak Perusahaan dan Kepala Desa malah melakukan pertemuan lagi, padahal sudah ada kesepakatan sebelumnya. Dalam pertemuan itu secara lisan, pihak Perusahaan memberikan lahan itu kepada Kepala Desa untuk kepentingan Desa tanpa ada kelengkapan administrasi. Dengan sikap seperti itu, kita (Forkopincam) merasa kecewa. Akibat sikap Perusahaan itu, warga melaporkan jika Kepala Desa menguasai lahan itu sendiri bukan untuk kepentingan Desa. Jadinya sekarang terkesan Perusahaan menciptakan kondisi tidak nyaman antara warga di Desa tersebut. Ditambah lagi itu Perusahaan terkesan membiarkan kondisi ini terus terjadi,” pungkasnya.
Sebagai Informasi:
Berkedok” berarti memakai sesuatu untuk menutupi atau menyembunyikan maksud atau identitas sebenarnya. Ini bisa berupa topeng atau sesuatu yang digunakan untuk menutupi wajah atau diri. Dalam konteks yang lebih luas, “berkedok” bisa berarti melakukan sesuatu seolah-olah dengan maksud tertentu, padahal ada maksud lain yang sebenarnya.