Dailymailindonesia.com, Banda Aceh – Calon Gurbenur Aceh, Muhammad Nazar mendukung para jurnalis untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dianggap mengancam kebebasan pers.
“Investigasi adalah rohnya media,
Tanpa Investigasi Kerja Pers Tidak Berarti, kebebasan pers harus dijamin oleh negara”, ujar tokoh perjuangan gerakan sipil Aceh di Banda Aceh, Sabtu 01 Juni 2024 di Kantor Redaksi kba.one, Batoh, Banda Aceh.
Ketika dia menjadi wagub Aceh, sengaja membawa wartawan dalam setiap kunjungan kerja, bahkan dimeminta wartawan menulis apa adanya, agar mendapat laporan riil setiap program pembangunan, bukan laporan staf “ABS” asal bapak senang, katanya.
Ketua Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA), Muhammad Nazar, selain mendukung penuh para jurnalis untuk memperjuangkan kebebasan pers, juga mengingatkan pemilih agar cerdas dan tidak memilih pemimpin yang “otaknya marginal” maksudnya tidak memiliki kafasitas intelektual yang memadai, tandasnya.
Mantan Wakil Gubernur Aceh itu berdiskusi hampir dua jam bersama CEO kba.one Mohsa el Ramadan dan Pimpinan Redaksi kba.one Azhari Bahrul, serta Imran Joni, CEO Harian Rakyat Aceh.
Sebelum bersilaturrami ke kantor media kba.one di bilangan Batoh, Banda Aceh siangnya, calon gubernur yang diprediksi bakal adu kuat dengan Muzakir Manaf alias Mualem, paginya mengikuti sosialisasi mekanisme surve calon gubernu partai Nasdem pada pagi harinya.
Sebelumnya Para jurnalis menggelar seruan aksi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Senin, 27 Mei 2024. Organisasi pers tersebut adalah Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh.
Para jurnalis menuntut pembatalan seluruh pasal bermasalah dalam revisi RUU Penyiaran yang dianggap mengancam demokrasi, membungkam kebebasan pers serta kebebasan berekpresi.
Beberapa pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c yang berisi larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Kritik juga dilayangkan atas Pasal 34-36 yang berisi kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Kewenangan ini dianggap akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.
Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM. []