Banda Aceh – Peredaran elpiji oplosan kembali menghantui masyarakat Banda Aceh dan wilayah sekitarnya. Dalam beberapa hari terakhir, temuan tabung gas yang diduga hasil oplosan mulai mencuat ke permukaan dan menimbulkan kekhawatiran serius di tengah warga. Bukan tanpa sebab, elpiji oplosan dinilai sangat berisiko dan berpotensi menimbulkan ledakan yang dapat mengancam keselamatan bahkan nyawa penggunanya.
Keresahan masyarakat ini akhirnya terkonfirmasi. Ketua Hiswana Migas Aceh, Nahrawi Noerdin atau yang lebih dikenal dengan sapaan Toke Awi, membenarkan bahwa elpiji oplosan memang sudah mulai beredar di Banda Aceh. Hal tersebut ia sampaikan saat dikonfirmasi pada Minggu (21/12/2025).
Menurut Toke Awi, elpiji oplosan umumnya berasal dari tabung elpiji subsidi 3 kilogram yang kemudian disuling atau dipindahkan isinya ke tabung elpiji ukuran 12 kilogram. Praktik ilegal ini dilakukan karena selisih harga jual yang cukup tinggi, sehingga memberikan keuntungan besar bagi pelaku.
“Gas dari tabung 3 kilogram dipindahkan ke tabung 12 kilogram, lalu dijual seolah-olah gas nonsubsidi resmi. Ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Segel Rusak Jadi Ciri Paling Mudah Dikenali
Toke Awi mengungkapkan, masyarakat sebenarnya bisa mengenali elpiji oplosan dengan cara sederhana, yakni memeriksa segel di bagian tutup tabung. Elpiji oplosan biasanya memiliki segel yang rusak, tidak rapi, bahkan tidak dilengkapi hologram resmi.
Berbeda dengan elpiji resmi keluaran Pertamina yang selalu dilengkapi hologram dan barcode. Barcode tersebut dapat dipindai menggunakan aplikasi MyPertamina untuk memastikan keaslian produk.
“Kalau segelnya rusak, tidak ada hologram, masyarakat patut curiga. Itu indikasi kuat elpiji oplosan,” tegasnya.
Ancaman Keselamatan dan Kerugian Ekonomi
Lebih jauh, Toke Awi menekankan bahwa peredaran elpiji oplosan bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga sangat membahayakan keselamatan. Elpiji oplosan tidak melalui standar keamanan yang ditetapkan Pertamina, sehingga risiko kebocoran gas hingga ledakan sangat tinggi.
Selain itu, takaran gas dalam tabung oplosan tidak sesuai standar. Pelaku sengaja mengurangi isi gas untuk meraup keuntungan tambahan.
“Yang paling kasihan itu masyarakat. Dari sisi keselamatan tidak terjamin, dari sisi ekonomi juga dirugikan karena isinya kurang,” katanya.
Sebagai perbandingan, tabung elpiji 12 kilogram resmi memiliki berat total sekitar 27 kilogram (termasuk tabung). Sementara elpiji oplosan dipastikan memiliki berat di bawah standar tersebut.
Dijual Terang-terangan di Media Sosial
Ironisnya, berdasarkan informasi yang beredar, elpiji oplosan ini bahkan dipasarkan secara terbuka melalui media sosial di wilayah Banda Aceh. Harga yang ditawarkan memang lebih murah dibanding harga resmi Pertamina, sehingga menggoda sebagian konsumen.
Namun, harga murah tersebut harus dibayar mahal dengan risiko keselamatan yang sangat tinggi.
Hiswana Migas Aceh pun mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan tidak tergiur harga murah. Warga diminta membeli elpiji hanya dari pangkalan atau agen resmi, serta segera melaporkan jika menemukan dugaan elpiji oplosan di lingkungan sekitar.(**)






