Pakar Hukum UI: Bupati Aceh Selatan Mirwan MS Layak Dicopot karena Tinggalkan Daerah Saat Bencana

Breakingnews36 Dilihat

Aceh Selatan – Keputusan Bupati Aceh Selatan, Mirwan M.S., berangkat umrah di tengah bencana besar yang melanda daerahnya terus menuai gelombang kritik. Salah satu sorotan paling tajam datang dari Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hukum dan etika jabatan kepala daerah.

Menurut Titi, kepergian Mirwan saat masyarakat Aceh Selatan berjuang menghadapi banjir dan longsor bukan sekadar kelalaian, melainkan bentuk pengingkaran terhadap sumpah jabatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Dalam sumpah itu, seorang kepala daerah wajib memegang teguh UUD 1945, menaati seluruh peraturan, serta berbakti kepada masyarakat, bangsa dan negara.

“Tindakan Mirwan adalah pelanggaran berat dan sangat mendasar. Ia meninggalkan rakyatnya di tengah kondisi darurat yang seharusnya menjadi prioritas utama,” ujar Titi saat dihubungi, Sabtu (6/12/2025).

Langgar Larangan Perjalanan Luar Negeri Tanpa Izin

Selain melanggar sumpah jabatan, Mirwan juga dianggap melanggar Pasal 76 ayat (1) UU 23/2014, yang secara tegas menyatakan bahwa bupati atau wakil bupati tidak boleh melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri Dalam Negeri.

Fakta bahwa Mirwan berangkat umrah tanpa seizin Mendagri, terlebih dalam kondisi bencana besar, membuat pelanggaran ini semakin serius.

“Aturannya jelas, setiap perjalanan luar negeri harus mendapatkan izin. Dalam konteks bencana, ini menjadi jauh lebih fatal,” tegas Titi.

Potensi Sanksi Pemberhentian Tetap

Dengan terpenuhinya unsur pelanggaran sumpah jabatan dan larangan UU, Titi meyakini Mirwan telah masuk kategori pelanggaran berat sehingga memenuhi syarat untuk dijatuhi sanksi pemberhentian tetap, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU 23/2014.

Dalam pasal tersebut, kepala daerah dapat diberhentikan jika:

tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah,

melanggar larangan yang ditetapkan undang-undang, atau

melakukan perbuatan tercela.

“Tindakan Mirwan memenuhi unsur pelanggaran yang membuatnya bisa diberhentikan tetap. Namun mekanismenya harus melalui DPRD dan kemudian diputuskan oleh Mahkamah Agung,” jelas Titi.

Kemendagri Diminta Bertindak Cepat

Titi mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengambil langkah cepat. Menurutnya, polemik ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena telah menyakiti perasaan masyarakat Aceh Selatan yang tengah berduka dan berjuang di tengah bencana.

Ia menilai Kemendagri dapat menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan sembari menunggu proses hukum dan administrasi terkait sanksi lanjutan.

“Pemberhentian sementara bisa dilakukan terlebih dahulu sambil menunggu proses lebih lanjut terhadap pelanggaran berat yang dilakukan,” ujarnya.

Disarankan Mengundurkan Diri

Sebagai penutup, Titi juga menyarankan Mirwan untuk mengambil langkah bijak dengan mengundurkan diri. Menurutnya, keputusan tersebut dapat mempercepat penyelesaian polemik dan mencegah dampak sosial-politik yang lebih besar.

“Sebagai pemimpin, ia seharusnya mampu merasakan beban rakyatnya dan memahami bahwa pilihan terbaik adalah mundur,” kata Titi.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *