Dailymailindonesia.com, Pertemuan penuh kehangatan dan makna terjalin antara dua tokoh ulama besar dari kawasan serumpun, yaitu Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Tgk H. Muhammad Ali bin Abdul Mutaleb atau yang akrab disapa Abu Paya Pasi, dengan Mufti Kerajaan Brunei Darussalam, Yang Berhormat Pehin Datu Seri Maharaja Dato Paduka Seri Setia Dr. Ustaz Hj. Awang Abdul Aziz bin Juned.
Silaturahmi bernuansa ukhuwwah Islamiyyah tersebut berlangsung dalam suasana hangat dan penuh penghormatan, membahas beragam isu strategis terkait pengembangan keagamaan, penegakan syariat Islam, pengelolaan institusi keagamaan, serta hikmah historis perjalanan Islam di wilayah Nusantara.
Dalam kesempatan itu, Abu Paya Pasi turut didampingi oleh Dr. Tgk. Fatahillah Syahrul Rasyid, M.Ag, alumni Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam yang juga menjabat sebagai Pengurus Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Bidang Hubungan Internasional, serta Tgk. H. Muslem Hanafiah Sabil atau yang dikenal dengan sapaan Waled Rantau Selamat sebagai ajudan Abu.
Abu Paya Pasi membuka diskusi dengan menguraikan sejarah panjang Masjid Raya Baiturrahman, yang telah menjadi pusat spiritual dan simbol keteguhan umat Islam sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam. Ia juga mengingatkan kembali peran monumental masjid tersebut sebagai benteng iman yang tetap tegak kokoh saat bencana tsunami 2004 melanda.
“Masjid Raya Baiturrahman bukan sekadar bangunan ibadah, tetapi simbol keteguhan iman, sejarah, dan martabat Islam di bumi Aceh,” ujar Abu Paya Pasi.
Selain membahas sejarah, Imam Besar Baiturrahman ini juga memaparkan struktur pengelolaan dan program pengembangan Masjid Raya Baiturrahman ke depan, agar fungsinya sebagai pusat peradaban Islam semakin optimal dalam membimbing umat.
Dalam dialog tersebut, Abu Paya Pasi turut menyinggung kondisi Aceh saat ini yang terus berbenah melalui penerapan Syariat Islam. Ia menilai bahwa hikmah di balik musibah tsunami dan berakhirnya konflik adalah bentuk kasih sayang Allah yang menguatkan jati diri umat di Aceh.
“Pasti Allah memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Mungkin jika bukan karena tsunami, Aceh hari ini bisa saja larut dalam kemaksiatan — seperti perayaan natal besar-besaran, kebebasan LGBT, minuman keras, prostitusi, dan pelanggaran syariat lainnya,” tutur Abu Paya Pasi dengan nada penuh refleksi.
Sementara itu, Mufti Kerajaan Brunei, Pehin Datu Seri Maharaja Dato Paduka Seri Setia Dr. Ustaz Hj. Awang Abdul Aziz bin Juned, mengungkapkan kenangan mendalamnya terhadap Aceh. Ia menyampaikan bahwa pasca tsunami 2004, dirinya turut menemani Sultan Brunei Darussalam datang ke Aceh untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat.
Pertemuan dua ulama besar ini diharapkan menjadi tonggak penguatan hubungan keilmuan, spiritual, dan sosial antara Aceh dan Brunei Darussalam, serta membuka jalan untuk kolaborasi lebih luas dalam pengembangan dakwah dan pendidikan Islam di kawasan Asia Tenggara.(**)






