BANDA ACEH – Bus Trans Koetaradja kini bukan sekadar alat transportasi publik. Lebih dari itu, armada kebanggaan warga Aceh ini telah bertransformasi menjadi ruang ekspresi dan kreativitas bagi generasi muda.
Melalui Lomba Livery Bus Trans Koetaradja yang digelar Dinas Perhubungan Aceh dalam rangka Pekan Trans Koetaradja 2025, para pelaku industri kreatif diberi kesempatan untuk menyalurkan ide dan karyanya, mengangkat nilai budaya Aceh ke permukaan dengan cara yang segar dan modern.
Bus Jadi “Kanvas Berjalan”
Pagi itu, bus TransK Koridor 2A melaju dari pusat Kota Banda Aceh menuju Blang Bintang via Lambaro dengan tampilan baru yang mencuri perhatian. Di sisi kiri badan bus terpampang karya Muhammad Talal, juara pertama lomba livery bertema Modern Heritage of Aceh, sedangkan sisi kanan bus dihiasi karya Wendi Amiria, peraih juara kedua.
Talal menamai karyanya “Lestari di Jalan, Mekar dalam Ingatan”. Melalui desain bergaya karikatur, ia menampilkan semangat anak muda Aceh dengan balutan busana adat, kuliner khas seperti kuah beulangong dan mie Aceh, serta latar rumoh Aceh yang ikonik. Tak ketinggalan, motif Gayo turut menghiasi desainnya sebagai simbol nilai kehidupan, kerja keras, dan keharmonisan antara manusia dan alam.
“Desain ini saya buat untuk menunjukkan bahwa budaya Aceh tidak lekang oleh waktu. Ia bisa hadir dalam bentuk modern, tanpa kehilangan jati dirinya,” ujar Talal.
Dari Pengguna Bus ke Perancang Bus
Sementara itu, Wendi Amiria, yang kini bekerja sebagai ilustrator dan desainer grafis di Banda Aceh, tak kalah antusias. Lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala asal Simeulue ini mengaku termotivasi mengikuti lomba karena kedekatannya dengan bus Trans Koetaradja yang sering ia gunakan setiap hari.
“Bus ini sudah jadi bagian dari aktivitas saya. Jadi ketika ada kesempatan untuk mendesain tampilannya, saya langsung tertarik ikut,” ujar Wendi saat ditemui, Senin (13/10/2025).
Karya Wendi menggambarkan perpaduan antara pariwisata dan warisan budaya Aceh dalam nuansa visual modern. Ia menampilkan ikon-ikon khas Aceh seperti Masjid Raya Baiturrahman, kopi saring, dan panorama wisata, dipadukan dengan gaya hidup kekinian.
“Filosofinya sederhana, saya ingin menggambarkan bagaimana Aceh terus berkembang tanpa meninggalkan akar budayanya,” jelasnya.
Apresiasi untuk Pemerintah Aceh
Wendi juga mengapresiasi langkah Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan yang telah membuka ruang bagi insan kreatif untuk berkolaborasi.
“Semoga ini jadi langkah awal bagi kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri kreatif di Aceh. Masih banyak anak muda berbakat di sini yang siap berkarya untuk daerahnya,” harapnya.
Warisan Budaya di Era Modern
Melalui ajang ini, Dishub Aceh membuktikan bahwa pelestarian budaya tak harus kaku. Di tengah gempuran budaya luar, warisan Aceh bisa tampil elegan dalam bentuk modern — bahkan di atas roda yang melaju di jalanan.
Bus Trans Koetaradja kini menjadi mobile billboard budaya Aceh, menyebarkan pesan kearifan lokal di setiap rute yang dilaluinya.
Jadi, kalau Rakan Moda bertemu bus TransK dengan tampilan baru ini di jalan, jangan lupa abadikan momennya dan unggah ke media sosial! Tag akun @dishub_aceh biar makin banyak yang tahu, bahwa Aceh bukan hanya indah — tapi juga kreatif!(**)