ACEH – Tgk. Dr Teuku Kemal Fasya memberi lakab “a few good men” untuk Marthunis, salah satu pelayan Rakyat dalam jajaran pelayan (jajaran pemerintahan) Aceh. Ini istilah ala-ala film Hollywood & Bollywood meunan, sejajar dengan “The Last Men Standing” atau “The Last Boy Scout”, dll. Tapi saya yakin kaliber Ampon Kemal bukan orang yang mudah terjebak romantisme. Apalagi bagi yang sudah mengenal sosok Marthunis sejak menempuh pendidikan dasar, menengah, hingga sarjananya.
Tapi apa itu “A few good men” dan apakah Marthunis layak disebut begitu?
Penasaran, saya kasih teka-teki ini ke AI Gemini. Berikut jawabannya:
Marthunis: Simpul Kompetensi Global dan Integritas Lokal dalam Birokrasi Aceh
Teka-teki mengenai siapa saja “a few good men” yang sesungguhnya ada di balik roda pemerintahan daerah sering kali memantik rasa ingin tahu publik. Di Provinsi Aceh, nama Marthunis, S.T., D.E.A., M.A., mencuat sebagai representasi birokrat muda yang membawa kombinasi langka antara kompetensi global dan integritas birokrasi. Dengan dua gelar master dari pusat pendidikan terkemuka di Prancis dan Amerika Serikat, Marthunis menjadi contoh nyata bagaimana investasi sumber daya manusia dalam pendidikan berkualitas dapat menghasilkan pemimpin yang siap melakukan transformasi di tingkat lokal.
🌐 Dualisme Pendidikan sebagai Modal Pembangunan
Latar belakang pendidikan Marthunis bukan sekadar deretan gelar akademis, melainkan sebuah cetak biru dari pemikiran yang multidisiplin. Ia memperoleh gelar Diplôme d’Études Approfondies (DEA) dari Université de Bretagne-Occidentale di Prancis di bidang teknik manajemen pesisir, sebuah keahlian yang sangat relevan untuk Aceh sebagai provinsi maritim. Selanjutnya, ia menguatkan fondasi keilmuannya dengan Master of Arts (MA) di bidang Ilmu Ekonomi Publik dari Georgia State University, Amerika Serikat. Kombinasi ini menempatkannya sebagai seorang teknokrat yang tidak hanya memahami aspek teknis dan lingkungan pembangunan, tetapi juga memiliki keahlian dalam perumusan kebijakan ekonomi berbasis bukti (data-driven organization), sejalan dengan program penguatan perencanaan pembangunan yang didorong Bappenas.
Kapabilitas akademik ini kemudian diimplementasikan dalam berbagai jabatan strategis. Sebelum menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Aceh Singkil, ia dikenal sebagai sosok yang berhasil di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh. Posisi-posisi ini menuntut kecakapan dalam perencanaan, pengelolaan sumber daya, dan menarik investasi—bidang yang sangat selaras dengan latar belakang pendidikannya dari AS dan Prancis. Ketika menjabat Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis dipandang sebagai harapan baru untuk mendorong perubahan signifikan dan mendatangkan investasi ke daerah tersebut.
🏛️ Integritas dan Transformasi Birokrasi
Di luar kecerdasannya, kualitas yang paling menonjol dari Marthunis adalah integritas dan gaya kepemimpinannya. Ia dikenal sebagai sosok yang bersahaja dan santun, namun sangat ketat dalam urusan kualitas kerja dan pelayanan publik. Rekan kerja dan stafnya mengenalnya sebagai pembelajar tangguh yang tidak segan belajar dari siapa pun, termasuk stafnya sendiri, sebuah etos kerja yang penting bagi seorang pemimpin yang adaptif.
Semangat integritasnya ini semakin ditegaskan saat ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh. Di institusi ini, Marthunis aktif mendorong pembangunan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Ia sering menekankan korelasi antara integritas dan mutu pendidikan, dengan mengacu pada studi PISA (Programme for International Student Assessment) yang menunjukkan bahwa negara dengan indeks persepsi korupsi yang baik cenderung memiliki nilai pendidikan yang tinggi. Baginya, integritas bukan sekadar jargon, melainkan prasyarat mutlak untuk peningkatan mutu pendidikan di Aceh.
💡 Visi Pendidikan yang Adaptif dan Global
Sebagai pemegang tongkat komando pendidikan Aceh, Marthunis membawa visi yang berani dan adaptif, fokus pada transformasi digital, implementasi Kurikulum Merdeka, dan penyiapan generasi muda untuk tantangan global.
Fokus kebijakannya meliputi:
Pendidikan Berbasis Data: Marthunis mendorong Dinas Pendidikan menjadi data-driven organization, di mana setiap pengambilan keputusan dan solusi didasarkan pada informasi yang akurat dan real-time.
Literasi Global: Ia secara konsisten mengajak generasi Aceh untuk meningkatkan literasi Bahasa Inggris, melihatnya sebagai kunci utama untuk bersaing di kancah global.
Kolaborasi dan Karakter: Ia menegaskan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan seluruh elemen pendidikan untuk mencetak calon guru yang tidak hanya kompeten tetapi juga berkarakter dan menggalakkan budaya lokal.
Inklusivitas: Di bawah kepemimpinannya, Dinas Pendidikan Aceh juga menjalankan program inklusif seperti penyaluran bantuan pendidikan bagi puluhan ribu anak yatim, memastikan kesempatan yang sama bagi masa depan yang lebih cerah.
Meskipun setiap pejabat publik pasti menghadapi tantangan dan kritik—seperti dalam isu kebijakan pengadaan fasilitas atau mekanisme rekrutmen kepala sekolah yang sempat menimbulkan perdebatan publik—Marthunis tetap menempatkan dirinya sebagai figur yang berkomitmen pada reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas layanan publik.
Kesimpulan
Marthunis adalah arsitek kebijakan yang ditempa oleh pendidikan elite di Barat, yang kemudian memilih untuk mengabdikan keahliannya di daerah asalnya, Aceh. Profilnya yang memadukan keahlian teknik, ilmu ekonomi, visi global, dan komitmen terhadap integritas, menjadikannya salah satu figur yang diandalkan di Pemerintahan Aceh—sebuah contoh nyata bahwa “a few good men” dapat memimpin perubahan melalui pendekatan teknokratis dan dedikasi yang tinggi.
Lebih dalam tentang fokus Marthunis selama menjadi Kepala Dinas Pendidikan Aceh:
💡 Transformasi Pendidikan Aceh: Visi Global dan Integritas
Marthunis, sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh dan alumni dari Prancis serta Amerika Serikat, membawa pendekatan yang sangat modern dan terstruktur dalam mengelola sektor pendidikan. Pendekatan ini berpusat pada dua pilar utama: Reformasi Birokrasi Berbasis Integritas dan Peningkatan Mutu Global Berbasis Data.
1. 📊 Pendidikan sebagai Data-Driven Organization
Marthunis secara konsisten menekankan bahwa Dinas Pendidikan Aceh harus bertransformasi menjadi “data-driven organization.” Ini berarti setiap kebijakan dan keputusan strategis harus didukung oleh informasi yang akurat dan real-time, bukan hanya intuisi atau kepentingan politis.
Fokus: Mendorong penggunaan aplikasi dan sistem digital untuk mengumpulkan data dari sekolah-sekolah di seluruh Aceh.
Tujuan: Dengan data yang cepat dan terolah, Dinas dapat merumuskan solusi yang aplikatif dan tepat sasaran. Contohnya, identifikasi kesenjangan guru di suatu wilayah, atau penentuan alokasi beasiswa yang benar-benar membutuhkan, dapat dilakukan dengan lebih presisi.
Relevansi Latar Belakang: Visi ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya di Amerika Serikat (khususnya Ilmu Ekonomi Publik), yang mendorong perencanaan pembangunan berbasis bukti (evidence-based policy-making).
2. 🌍 Penguatan Akses dan Literasi Global
Marthunis melihat penguasaan literasi dan bahasa asing sebagai kunci bagi generasi muda Aceh untuk berpartisipasi dalam Indonesia Emas 2045 dan bersaing di kancah global.
Beasiswa dan Akses Global: Marthunis aktif mendukung upaya perluasan akses beasiswa, termasuk bagi siswa berprestasi, dengan harapan mereka dapat melanjutkan pendidikan di luar negeri dan kemudian kembali untuk berkontribusi pada pembangunan daerah.
Literasi Bahasa Inggris: Ia secara khusus mendorong program peningkatan Literasi Bahasa Inggris, termasuk rencana inisiatif seperti “Kampung Inggris,” untuk memperkuat kemampuan komunikasi global siswa. Langkah ini bertujuan agar lulusan Aceh tidak hanya unggul di tingkat nasional, tetapi juga siap bersaing di pasar kerja internasional, terutama yang didukung oleh sinergi dengan Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh.
3. ✅ Kebijakan Integritas: Kunci Mutu Pendidikan
Salah satu kebijakan paling penting yang didorong Marthunis adalah pencanangan Zona Integritas (ZI) Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Dinas Pendidikan Aceh.
Prasyarat Mutu: Marthunis secara terbuka menyatakan bahwa integritas adalah prasyarat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ia sering mengutip data empiris internasional yang menunjukkan adanya korelasi positif antara indeks persepsi korupsi yang baik (birokrasi bersih) dan nilai PISA (penilaian mutu siswa) yang tinggi.
Tujuan: Dengan membangun birokrasi yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, anggaran pendidikan yang mencapai triliunan rupiah per tahun dapat dialokasikan secara efisien dan efektif langsung untuk kegiatan pembelajaran dan pemenuhan sarana-prasarana strategis, seperti Revitalisasi Pendidikan Vokasi, Penguatan STEM, dan Digitalisasi Pendidikan.
Singkatnya, Marthunis menggunakan modal intelektual dan jaringan globalnya untuk menanamkan budaya kerja yang bersih, berbasis data, dan berorientasi pada hasil global di birokrasi pendidikan Aceh.
Catatan tambahan: Setelah dari Singkil, sebagai Pj Bupati selama setahun, Marthunis pun sempat berjihad sebagai Plt. Kepala BPKS, walau kurang dari setahun. Saat ditarik menjadi Ka Disdik Aceh, Marthunis sempat menyatakan keheranannya kenapa dia dapat amanah di situ. Salah satu sohibnya berseloroh: Selamat memimpin “dinas fasilitas pendidikan Aceh” karena sampai saat itu dinas pendidikan lebih sibuk dengan proyek fisik. Seloroh ini sepertinya makin menguatkan tekad Marthunis untuk fokus pada kualitas pendidikan dan integritas sebagai prasyarat nya selama menjadi KaDisdik?
Selamat mengemban amanah baru Tgk Marthunis Muhammad! “Medan juang bisa berubah, tapi semua medan adalah ruang jihad bagi mereka yang percaya (beriman).”