Banda Aceh – Aktivis muda Aceh, Rahmad Rinaldi, melontarkan kritik tajam terhadap perilaku sebagian wakil rakyat atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang dinilai menyimpang dari fungsi utamanya selaku legislatif.
Dalam opininya, Rahmad menegaskan bahwa wakil rakyat bukanlah lembaga super power yang bisa mencampuri ranah eksekutif l, apalagi menjadikan posisi mereka sebagai alat untuk berburu proyek atau pokok pikiran (Pokir).
“Wakil rakyat bukan penegak hukum, bukan eksekutor proyek, dan tidak bisa menggunakan dalih fungsi pengawasan untuk menekan atau menyerang institusi tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok,” tegas Rahmad, Minggu, 13 Juli 2025.
Menurutnya, penegakan hukum adalah kewenangan penuh lembaga yang sah seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan oleh anggota dewan.
Rahmad mengingatkan bahwa demokrasi bisa rusak jika wakil rakyat bertindak di luar koridor konstitusi. Fungsi DPR adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Namun yang terjadi, banyak yang justru sibuk menjadi juru bicara proyek atau menjadikan Pokir sebagai agenda utama mereka di parlemen.
“Ini bentuk penyimpangan moral dan mandat rakyat,” ujarnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk menilai sejauh mana kontribusi nyata para anggota DPRA terhadap kesejahteraan rakyat.
“Jangan terkecoh oleh narasi populis atau manuver politik yang tampak heroik tapi sejatinya menyembunyikan ambisi pribadi,” ucapnya.
Rahmad menilai perlu ada ketegasan hukum dalam mengaudit dan memantau kinerja serta pokir anggota dewan agar akuntabilitas tetap terjaga.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa publik harus kembali mengingatkan wakil rakyat terhadap tanggung jawab utama mereka: menjadi suara rakyat, memperjuangkan kebijakan pro-kesejahteraan, dan menjaga marwah lembaga legislatif dari kepentingan sempit.
“Kita tidak butuh pahlawan-pahlawan palsu di parlemen, yang kita butuh adalah integritas,” ujar Rahmad.
“Wakil rakyat seharusnya fokus membangun kebijakan strategis, memperjuangkan hak pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Bukan berlomba menumpuk proyek atau memanipulasi pokir sebagai ladang pribadi,” tambahnya lagi.
Ia juga mendorong agar penegak hukum tidak gentar untuk mengaudit seluruh pelaksanaan pokir di Aceh. Menurutnya, ini adalah bentuk kontrol sosial dan keadilan hukum yang harus dijunjung tinggi dalam negara hukum.
“Audit pokir harus dilakukan secara menyeluruh. Ini bukan hanya soal angka, tapi soal menjaga marwah demokrasi,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Rahmad menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat sipil dan media untuk terus mengawasi kinerja parlemen.
“Jangan biarkan lembaga wakil rakyat kehilangan arah. Kita harus mengingatkan, mengoreksi, dan jika perlu mengecam jika mereka berpaling dari rakyat,” tutupnya.(**)