Bpk Presiden Prabowo, SBY, JK, dan Tgk Malek Mahmud Al-Haythar: Kapan Bendera Aceh Bisa Dikibarkan di Tanah Rencong?

Opini15 Dilihat

Dailymailindonesia.com | BANDA ACEH — “Aceh tidak minta merdeka, katanya. Cukup MoU Helsinki dijalankan dengan baik dan maksimal. Tapi kapan implementasinya? Tidak jelas!” demikian pernyataan tegas Tarmizi Age, mantan aktivis GAM di Denmark, yang ditujukan kepada Presiden RI Prabowo Subianto, mantan Presiden SBY, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), dan Wali Nanggroe Tgk Malek Mahmut Al-Haythar — tokoh-tokoh utama di balik terwujudnya perdamaian RI-GAM, melalui media, Rabu (18/6/2025).

MoU Helsinki atau Memorandum of Understanding yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, telah menjadi tonggak bersejarah penyelesaian konflik Aceh secara damai. MoU ini menjanjikan otonomi khusus yang luas, penegakan HAM, amnesti, reintegrasi eks kombatan, pengaturan keamanan, hingga penyelesaian perselisihan melalui mekanisme yang adil.

Namun, setelah hampir 20 tahun berlalu, capaian nyata perdamaian dinilai masih minim. Di luar lahirnya partai lokal dan dana otonomi khusus yang belum signifikan menyejahterakan rakyat, simbol-simbol penting seperti bendera dan lambang Aceh, serta pengelolaan hasil alam, masih terkatung-katung tanpa kepastian.

Tarmizi Age menegaskan, “Apakah MoU Helsinki akan menjadi besi tua dalam sejarah perjanjian Aceh-Jakarta? Atau hanya perjanjian pura-pura supaya Aceh tunduk tanpa senjata? Sangat ironis jika rakyat Aceh terus dibodohi hingga kiamat tanpa kemajuan, tanpa kemakmuran, tanpa kesejahteraan meski dulu rela berperang.”

Ia pun mengingatkan, “Indonesia jangan tunggu Aceh angkat senjata lagi hanya agar klausul penting MoU berjalan. Perang itu menghancurkan, tapi jangan pula rakyat terus dibodohi hanya karena sudah damai.”

Mengakhiri pernyataannya, Tarmizi Age menyampaikan pesan langsung: “Kepada Bapak Presiden Prabowo, Pak SBY, Pak JK, dan Tgk Malek Mahmut Al-Haythar, ini sudah saatnya MoU Helsinki benar-benar diimplementasikan sepenuhnya di Aceh. Itu saja pesan saya. Terima kasih.”

*Beberapa klausul penting dalam MoU Helsinki meliputi:*

• Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh:
Memberikan otonomi khusus yang lebih luas kepada Pemerintah Aceh, termasuk kewenangan dalam berbagai sektor seperti politik, ekonomi, dan sumber daya alam.

• Hak Asasi Manusia:
Pemerintah RI berkomitmen untuk mematuhi Kovenan Internasional mengenai Hak Sipil dan Politik serta Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. MoU juga mengatur pembentukan Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh.

• Amnesti dan Reintegrasi:
Pemberian amnesti kepada anggota GAM dan reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.

• Pengaturan Keamanan:
Perjanjian ini mengatur penarikan pasukan keamanan dan pembentukan Satuan Tugas Pengamanan Aceh (Satgas PAM Aceh).

• Pembentukan Misi Pemantau Aceh:
Misi ini bertugas memantau pelaksanaan kesepakatan.

• Penyelesaian Perselisihan:
Mekanisme untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul dari pelaksanaan perjanjian.
Intinya, MoU Helsinki berupaya menciptakan perdamaian dan stabilitas di Aceh dengan memberikan otonomi yang lebih besar, menjamin hak asasi manusia, serta mengatur reintegrasi anggota GAM dan keamanan.
(Muhazir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *