Banda Aceh – Anggota Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI, Muslim Ayub, menyampaikan kritik keras terhadap pelaksanaan ibadah haji tahun 2025 yang dinilainya penuh dengan berbagai persoalan mendasar. Berdasarkan pengamatannya langsung di lapangan, ia menilai penyelenggaraan haji tahun ini lebih buruk dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Pelaksanaannya tidak baik, bahkan lebih buruk dibanding tahun-tahun sebelumnya. Masalah transportasi dan fasilitas, termasuk tenda, semuanya bermasalah,” ujar Muslim Ayub kepada Waspada Aceh, Selasa (10/6/2025).
Politisi Partai NasDem asal Aceh Tenggara itu menyoroti sistem syarikah—yakni lembaga penyedia layanan yang ditugaskan untuk menghindari monopoli layanan haji—sebagai salah satu penyebab utama kekacauan. Namun, menurutnya, sistem tersebut tidak berjalan efektif.
“Syarikah bertanggung jawab atas penginapan dan fasilitas di Mina, Muzdalifah, dan Arafah. Tapi hasilnya sangat mengecewakan. Untuk jamaah asal Aceh misalnya, syarikah Al Rifadah yang bertugas, namun pelayanannya sangat kacau,” tegasnya.
Tenda Tak Layak dan Transportasi Amburadul
Muslim menggambarkan kondisi tenda yang sangat memprihatinkan. Jamaah laki-laki dan perempuan terpaksa bercampur, tidur tanpa bantal, dan dalam kondisi berdesakan hingga kepala tertindih kaki jamaah lain.
Ia juga mencontohkan buruknya sistem transportasi. Salah satunya saat jamaah asal Aceh harus terlantar karena kendaraan tidak tersedia sesuai kebutuhan.
“Jamaah berangkat jam 9 pagi, tapi mobil yang datang hanya 2-3 unit dari seharusnya 8. Akibatnya, kendaraan harus bolak-balik. Saat tiba di Arafah, tenda mereka sudah ditempati jamaah lain. Dari Arafah ke Mina, kondisinya lebih parah lagi,” ungkapnya.
Desak Revisi UU Haji dan Pembentukan Pansus DPR
Melihat banyaknya permasalahan, Muslim mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dengan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Kita butuh Panitia Khusus (Pansus) di DPR agar bisa membongkar secara menyeluruh di mana letak kebobrokan sistem haji kita,” katanya.
Ia juga mengusulkan agar pelaksanaan haji tahun 2026 dilakukan oleh Badan Pengelola Haji yang dibentuk langsung oleh Presiden, sebagai langkah reformasi menyeluruh dari sistem yang ada saat ini.
Menurutnya, durasi pelaksanaan haji yang mencapai 41 hari juga perlu dievaluasi karena dinilai terlalu panjang dan membebani jamaah.
“Tidak perlu sampai 41 hari. Idealnya cukup 25 sampai 30 hari saja agar jamaah tidak kelelahan,” jelasnya.
Layanan Katering dan Syarikah Tak Konsisten
Muslim turut menyoroti kualitas makanan dan layanan antar syarikah yang tidak merata. Dari delapan syarikah yang bertugas, sebagian dinilai memberikan layanan baik, namun banyak yang mengecewakan.
“Kementerian Agama perlu mengevaluasi ulang sistem tender dan penunjukan penyedia layanan,” tegasnya.
Kondisi Terkini: Aman, Tapi Masih Ada Keluhan
Meski demikian, Muslim menyebut bahwa pelaksanaan rukun haji utama, seperti tawaf ifadah, telah selesai dilaksanakan dengan aman, dan para jamaah kini telah kembali ke hotel.
Namun, keluhan terhadap konsumsi masih terus terdengar.
“Ada yang makanannya layak, ada yang tidak. Harus ada perbaikan menyeluruh ke depan,” ujarnya.
Ia juga mengonfirmasi bahwa sekitar 150 jamaah asal Aceh yang sempat terlantar kini telah mendapatkan penanganan. Meski begitu, insiden tersebut menurutnya menjadi pelajaran penting bahwa sistem haji Indonesia membutuhkan reformasi serius.(**)