Rekonsiliasi dan Rihlah Musannif, Melangkah dengan Damai di Babah Dua

Aceh Besar14 Dilihat

Dailymailindonesia.com, Aceh Besar – Di bawah langit biru Babah Dua, angin laut berembus pelan. Sekitar 600 orang berkumpul di Almahira Cafe, Lampuuk, Aceh Besar. Mereka bukan sekadar datang untuk duduk, makan, atau minum kopi. Hari itu, Selasa (3/12), ada sesuatu yang lebih besar: semangat rekonsiliasi.

Musannif Sanusi berdiri di depan mereka, dengan wajah yang tenang namun menyimpan haru. Pilkada sudah usai. Paslon nomor urut 4 itu memang belum berhasil merebut kursi Bupati Aceh Besar. Tapi, hari ini bukan soal kekalahan atau kemenangan.
“Saya mengajak semua tim relawan MBS untuk mendoakan dan mendukung penuh pemimpin terpilih Aceh Besar,” kata Musannif. Suaranya terdengar mantap, penuh keikhlasan. “Agar bisa menjalankan amanah rakyat ke arah yang lebih baik.”
Pernyataan itu disambut dengan tepuk tangan. Tidak meriah, tapi cukup untuk menguatkan.
Bukan Perpisahan, Hanya Pergantian Babak
Tgk Musannif mengakui bahwa perjuangan mereka belum membuahkan hasil seperti yang diimpikan. Tapi, tidak ada nada kecewa. “Sekali lagi saya mengucapkan ribuan terima kasih atas kerja kerasnya selama ini,” ujar Musannif. “Hanya Allah yang dapat membalas semuanya.”
Yang menarik, acara ini bukan diorganisir oleh Musannif atau tim inti. Para relawan sendiri yang menginisiasi. Tanpa komando. Mereka datang dengan tekad untuk menunjukkan bahwa kekalahan bukan akhir. Bahwa perjuangan bisa berlanjut dalam bentuk lain: silaturahmi, doa, dan dukungan moral.
Pelajaran dari Aceh Besar
Di tengah suasana hangat itu, ada pelajaran yang lebih dalam. Politik bukan hanya tentang menang dan kalah. Kadang, justru saat kalah kita menemukan arti sejati dari kebersamaan dan ketulusan.
Musannif dan timnya mungkin belum menduduki kursi pemerintahan, tapi mereka sudah memenangi sesuatu yang tak kalah penting: hati dan loyalitas para pendukungnya.
Di sisi lain, kita melihat dinamika berbeda di daerah lain. Ada yang masih belum legawa. Ada yang memilih jalur hukum, menggugat hasil ke Mahkamah Konstitusi. Tapi, di Babah Dua, cerita berbeda sedang ditulis: cerita tentang menerima takdir dengan kepala tegak, tanpa meninggalkan prinsip.
Penutup yang Membuka Harapan
Saat acara berakhir, suasana masih ramai. Relawan bercengkerama, saling menguatkan. Mereka tahu, ini bukan akhir.
Dan seperti yang diucapkan Musannif: “Tim ini tetap bisa bersilaturahmi kapanpun dan di mana pun.”
Mungkin bukan lagi di panggung politik. Tapi, di panggung kehidupan sehari-hari. Dan itu, justru panggung yang lebih luas dan penuh tantangan.
Di Babah Dua, bukan hanya Musannif yang melangkah dengan damai. Tapi semua yang hadir. Mereka pulang dengan satu pesan: perjalanan belum selesai. Ada babak baru yang menunggu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *