Tgk Agam: Jangan Biarkan Pulau Aceh Diambil, Ini Soal Marwah dan MoU Helsinki

Parlementaria9 Dilihat

Banda Aceh – Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Nazaruddin, S.I.Kom, yang akrab disapa Tgk Agam, secara tegas mendesak agar DPRA segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut dugaan rekayasa pengalihan empat pulau milik Aceh ke wilayah administrasi Sumatera Utara.

Empat pulau yang dipersoalkan adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Menurut Tgk Agam, persoalan ini bukan semata soal administrasi, melainkan telah mengarah pada pengkhianatan terhadap kedaulatan Aceh yang diduga melibatkan kepentingan kelompok kapitalis.

“Kami mencium adanya upaya yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang difasilitasi oleh oknum di Kemendagri. Ini untuk memuluskan agenda kelompok tertentu yang mengincar potensi sumber daya alam di kawasan tersebut,” tegas Tgk Agam dalam keterangan persnya di Banda Aceh, Minggu (15/6/2025).

Ia menyebut dasar pengalihan wilayah itu mengacu pada dokumen kontroversial yang diteken oleh Gubernur Aceh, Gubernur Sumut, dan Mendagri pada tahun 1992. Padahal, dokumen tersebut dinilai bertentangan dengan fakta sejarah dan hukum.

“Kalau ini bukan pesanan kapitalis, mustahil ada pejabat yang berani melabrak fakta historis dan hukum. Bahkan arsip Belanda yang menyatakan keempat pulau tersebut milik Aceh sengaja diabaikan. Ini jelas pelanggaran hukum secara formil dan materiil,” ujarnya.

Tgk Agam menilai bahwa sudah saatnya DPRA mengambil sikap konkret. Ia mengusulkan agar hasil kerja Pansus nantinya tidak berhenti pada rekomendasi internal, tapi juga disampaikan langsung kepada Presiden apabila ditemukan unsur pidana.

“Ini bukan semata kehilangan wilayah, tapi penghancuran marwah Aceh. DPRA harus berani bersuara lantang,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa kasus ini bisa berdampak pada stabilitas politik dan berpotensi melanggar kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM dalam MoU Helsinki 2005. Untuk itu, Tgk Agam juga mengusulkan pembentukan Satgas Penjaga Wilayah agar upaya serupa tidak terulang di masa depan.

Di akhir pernyataannya, Tgk Agam mendesak DPRA untuk mengevaluasi ulang batas wilayah Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Ia menegaskan tidak boleh ada sejengkal pun wilayah Aceh yang digeser atas nama administrasi.

“Ini soal harga diri Aceh. Siapa pun yang terlibat dalam pengkhianatan ini harus diungkap. Rakyat Aceh berhak tahu siapa pengkhianatnya!” pungkas Tgk Agam.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *